Generasi Z (Gen Z), yang tumbuh besar dengan internet dan gawai di tangan, memiliki perspektif unik tentang dampak media sosial dalam kehidupan mereka sehari-hari. Tak jarang, mereka secara terbuka berbagi pengalaman positif maupun negatif yang timbul akibat interaksi intens dengan berbagai platform digital. Kejujuran Gen Z dalam menyuarakan dampak media sosial memberikan wawasan berharga bagi kita semua tentang bagaimana teknologi ini membentuk kehidupan generasi muda.
Salah satu aspek dampak media sosial yang seringkali disuarakan oleh Gen Z adalah tekanan untuk menampilkan citra diri yang sempurna. Banyak dari mereka merasa terbebani untuk selalu mengunggah konten yang menarik, estetik, dan mendapatkan banyak likes serta komentar. Seorang pelajar berusia 17 tahun bernama Anya, dalam sebuah diskusi kelompok terarah yang diadakan oleh Pusat Penelitian Remaja di Manchester pada tanggal 20 Maret 2025, mengungkapkan bahwa ia merasa cemas setiap kali mengunggah foto karena takut tidak mendapatkan respons yang diharapkan. Fenomena ini menunjukkan bagaimana validasi eksternal melalui media sosial dapat memengaruhi harga diri dan kesehatan mental Gen Z.
Di sisi lain, Gen Z juga mengakui dampak media sosial dalam hal konektivitas dan pembentukan komunitas. Mereka memanfaatkan platform ini untuk terhubung dengan teman-teman, berbagi minat, dan bahkan membangun jaringan profesional. Sebuah studi kasus yang dipublikasikan oleh Jurnal Komunikasi Digital Universitas Leeds pada tanggal 5 April 2025 menyoroti bagaimana komunitas daring di Instagram membantu seorang pengusaha muda Gen Z bernama Ben mengembangkan bisnis clothing miliknya dengan menjangkau target pasar yang lebih luas. Ini menunjukkan bahwa media sosial juga memiliki sisi positif dalam memfasilitasi interaksi dan peluang.
Namun, kejujuran Gen Z juga mencakup pengakuan terhadap dampak media sosial yang negatif, seperti cyberbullying dan penyebaran informasi yang salah. Mereka seringkali menjadi saksi atau bahkan korban dari perilaku agresif daring dan paparan terhadap berita hoaks. Dalam sebuah sesi wawancara daring yang diselenggarakan oleh organisasi nirlaba Anti-Bullying Campaign pada hari Senin, 28 April 2025, seorang mahasiswa berusia 20 tahun bernama Sarah berbagi pengalamannya menjadi korban cyberbullying dan bagaimana hal itu berdampak signifikan pada kesehatan mentalnya. Ini menyoroti perlunya edukasi dan kesadaran yang lebih tinggi tentang etika berinteraksi di dunia maya.
Secara keseluruhan, pandangan jujur Gen Z tentang dampak media sosial pada hidup mereka sangat beragam. Mereka mengakui adanya manfaat dalam hal konektivitas dan peluang, namun juga menyadari adanya risiko terkait tekanan sosial, kesehatan mental, dan informasi yang salah. Keterbukaan Gen Z ini menjadi pengingat penting bagi semua pihak untuk lebih bijak dalam menggunakan media sosial dan memahami dampaknya, terutama bagi generasi muda yang tumbuh di era digital ini.