Era Digital, Generasi Z Lebih Berisiko: Analisis Penyebab Kerapuhan Mental

Era digital telah membawa banyak kemudahan dan informasi tanpa batas, namun ironisnya, generasi yang tumbuh di dalamnya, yaitu Generasi Z, justru disinyalir lebih berisiko mengalami kerapuhan mental. Fenomena ini menjadi perhatian serius, mengingat anak-anak muda ini adalah penerus masa depan. Mengapa di tengah segala konektivitas dan akses informasi, Gen Z justru menunjukkan tingkat kecemasan dan depresi yang lebih tinggi dibandingkan generasi sebelumnya?

Salah satu penyebab utama kerapuhan mental di era digital adalah paparan tak henti terhadap media sosial. Platform-platform ini, yang dirancang untuk memicu dopamin, seringkali menjadi panggung bagi pameran kehidupan yang “sempurna” dan pencapaian yang fantastis. Hal ini secara otomatis memicu perbandingan sosial yang tidak sehat, di mana individu muda merasa tekanan untuk selalu tampil ideal dan memiliki hidup yang setara atau lebih baik dari orang lain. Komentar negatif, cyberbullying, dan cancel culture juga menjadi ancaman nyata yang dapat menyebar dengan kecepatan kilat, memberikan beban psikologis yang masif pada mental yang belum matang. Sebuah survei pada awal tahun 2024 menunjukkan bahwa 7 dari 10 remaja di perkotaan merasa tertekan oleh ekspektasi media sosial.

Selain itu, era digital juga membuat Gen Z terpapar pada “banjir informasi” dan isu-isu global yang kompleks secara instan. Berita tentang krisis iklim, ketidakstabilan ekonomi, tingkat pengangguran yang tinggi, hingga konflik geopolitik, kini dapat diakses kapan saja dan di mana saja melalui gawai mereka. Paparan terus-menerus terhadap narasi yang seringkali negatif ini dapat menimbulkan perasaan cemas kronis, ketidakamanan, dan ketidakberdayaan terhadap masa depan pribadi maupun kolektif. Tekanan informasi yang berlebihan ini seringkali melampaui kapasitas mereka untuk memproses dan mengelola emosi.

Gaya hidup yang sangat bergantung pada era digital juga berdampak pada pola tidur dan interaksi sosial langsung. Penggunaan gawai berlebihan, terutama di malam hari, dapat mengganggu siklus tidur alami, menyebabkan insomnia dan kelelahan mental. Kurang tidur kronis diketahui memperburuk kondisi psikologis seperti kecemasan dan depresi. Meskipun teknologi memungkinkan konektivitas, ia juga secara paradoks dapat memicu isolasi sosial. Waktu yang dihabiskan di depan layar mengurangi interaksi tatap muka yang esensial untuk membangun hubungan emosional yang mendalam dan dukungan sosial yang nyata, berpotensi memicu perasaan kesepian yang mendalam.

Secara keseluruhan, era digital membawa tantangan yang unik bagi kesehatan mental Generasi Z. Kombinasi tekanan media sosial, paparan informasi global yang intens, dan perubahan pola interaksi sosial berkontribusi pada kerentanan mental mereka. Penting bagi semua pihak, mulai dari keluarga, sekolah, hingga pemerintah, untuk memberikan edukasi literasi digital yang kuat, mempromosikan kesadaran kesehatan mental, dan mendorong keseimbangan antara dunia digital dan kehidupan nyata agar Gen Z dapat berkembang menjadi individu yang tangguh dan sehat secara mental.